YASTI

Kamis, 20 April 2017

Biografi HB Jassin

RIWAYAT SINGKAT
Nama              : Hans Bague Jassin
Lahir              : Gorontalo, 31 Juli 1917
Wafat             :11 Maret 2000
Pendidikan     :
  • SD, Gorontalo (1932),
  • HBS Medan (1939),
  • Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1957),
  • pernah kuliah di Universitas Yale, Amerika Serikat (1959),
  • Doctor Honoris Causa dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1975),
Menguasai bahasa Inggris, Belanda, perancis dan Jerman
Profesi                        :
  • Sekretaris redaksi Pujanggan Baru (1940-1942).
  • Penasehat Balai Pustaka (1940-1952), Gapura (1949-1951), Gunung Agung (1953-1970), Nusantara (1963-1967), Pustaka Jaya (1971-1972), dan Yayasan Idayu (1974-1992).
  • Redaksi penyusun Daftar Pustaka Bahasa dan Kesusastran Indonesia  (1969-1972).
  • Redaksi penyusun buku dr. Irene Hilgers-Hesse (editor), Perlenim Reisfeld (1972).
  • Redaksi penyusun Almanak sastra Indonesia I Daftar Pustaka (1972).
  • Penasehat Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1973-1982).
Prestasi           :
  • Tokoh Pembukuan Nasional (2 Mei 1996)
  • Penghargaan dari pengurus pusat IKAPI atas jasa-jasanya kepada perbukuan di Indonesia (17 Oktober 2000)

Karya Tulis    :
  • Tifa Penyair dan Daerahnya (1952),
  • Kesusastraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan Esei I-IV (1954),
  • Heboh Sastra 1968 (1970),
  • Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia (1983),
  • Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983),
  • Surat-Surat 1943-1983 (1984),
  • Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993),
  • Koran dan Sastra Indonesia (1994),
  • Darah Laut : Kumpulan Cerpen dan Puisi (1997),
  • Omong-Omong HB. Jassin (1997)
  •  
Hans Bague Jassin, atau lebih sering disingkat menjadi H.B. Jassin selalu dihubungkan dengan dokumentasi sastra Indonesia dan H.B. Jassin adalah orang yang secara penuh mencurahkan perhatiannya kepada kerja dokumentasi. Itulah sebabnya, orang yang bermaksud mencari informasi tentang sastra Indonesia tidak dapat melepaskan dirinya dengan hasil pengumpulan bahan dokumentasi yang disusun oleh H.B. Jassin. Kerja dokumentasi bagi H.B. Jassin adalah kerja yang sudah dimulainya sejak mudanya dengan penuh kecintaan.
Ia berasal dari keluarga Islam yang taat. Ayahnya Bague Mantu Jassin, pegawai BPM (Bataafsche Petroleum Maat-schappij), pernah bertugas di Balikpapan, sehingga kota itu meninggalkan kenang-kenangan yang manis baginya. Ibunya Habiba Jau, sangat mencintainya. Di kota Medan ia banyak berkenalan dengan seniman dan para calon seniman, diantaranya Chairil Anwar. Dalam perjalanannya pulang ke Gorontalo tahun 1939, ia mampir untuk bertemu dengan Sutan Takdir Alisjahbana di Jakarta. Takdir sengat terkesan dengan Jassin dan mengirim surat ke Gorontalo, menyatakan ada lowongan di Balai Pustaka. Rupanya surat itu berlayar bersama-sama dengan Jassin ke Gorontalo. Untuk menyenangkan orang tuanya, ia bekerja di kantor Asisten Rsiden Gorontalo antara bulan Agustus sampai Desember 1939, sebagai tenaga magang.
Bulan Januari 1940, Jassin mendapat izin dari orang tuanya untuk memenuhi permintaan Sutan Takdir Alisjahbana. Bulan Februari 1940, H.B. Jassin mulai bekerja di Balai Pustaka. Ia mula-mula duduk dalam sidang pengarang redaksi buku di bawah bimbingan Armijn Pane pada tahun 1940-1942 dan kemudian menjadi redaktur majalah Panji Pustaka tahun 1942-1945. Setelah Panji Pustaka diganti menjadi Panca Raya, ia menjabat wakil pemimpin redaksi di tahun 1943 sampai dengan 21 Juli 1947. Tanggal 21 Juli 1947 itulah akhir kariernya di Balai Pustaka.
Setelah keluar dari Balai Pustaka, H.B. Jassin secara terus-menerus bekerja dalam lingkungan majalah sastra-budaya. Ia menjadi redaktur majalah Mimbar Indonesia di tahun 1947-1966, majalah Zenith di tahun 1951-1954, majalah Bahasa dan Budaya di tahun 1952-1963, majalah Kisah tahun 1953-1956, majalah Seni tahun 1955 dan majalah Sastra di tahun 1961-1964 dan tahun 1967-1969.
Ia juga pernah menjadi anggota dewan pertimbangan pembukuan Perum Balai Pustaka (1987-1994), anggota Panitia Pertimbangan Pemberian Anugerah Seni Bidang Sastra, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1975), anggota juri Sayembara Kincir Emas oleh radio Wereld Omroep Nederland (1975), anggota Panitia Pelaksana Ujian Calon Penerjemah yang disumpah (1979-1980), Extrernal assessor Pengajian Melayu, Universiti Malaya (1980-1992), anggota Komisi Ujian Tok-Vertlader, Leiden tahun 1972, peserta 29 tahun International Congress of Orientalist, Paris dari tanggal 16-22 Juli 1973, penasehat Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditahun 1973-1982, anggota dewan juri Sayembara Mengarang Novel Kompas-Gramedia tahun 1978, ketua dewan juri Sayembara Novel Sarinah di tahun 1983, anggota dewan juri Pegasus Oil Indonesia pada tahun 1984 dan ketua dewan juri Sayembara Cerpen Suara Pembaruan ditahun 1991.
Tahun 1964, ia dipecat dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia karena keterlibatannya dalam Manifes Kebudayaan. Pemecatan itu berlangsung sejak dilarangnya Manifes Kebudayaan oleh Presiden Soekarno 8 Mei 1964 sampai meletusnya G30S/PKI tahun 1965.
Cerpen Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung, yang dimuat H.B. Jassin dalam Sastra, 1971, sempat dianggap ”menghina Tuhan”. Di pengadilan, ia diminta mengungkapkan nama Ki Panji Kusmin sebenarnya. Permintaan ditolaknya. Pada tanggal 28 Oktober 1970 ia dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Sejak tahun 1940, H.B. Jassin telah mulai membina sebuah perpustakaan pribadi. Pengalaman admisitrasinya selama ia magang di kantor Asisten Residen di Gorontalo sangat berguna bagi pendokumentasian buku.
Tanggal 30 Mei 1970, lahirlah Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang menggantikan Dokumenrasi Sastra, Sejak akhir September 1982 s/d sekarang bangunan itu berdiri dan menempati areal seluas 90 meter persegi dalam komplek Taman Ismail Marzuki, jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
Paus Sastra Indonesia
Sejarah mencatat, sepanjang hidupnya H.B. Jassin menumpahkan perhatiannya mendorong kemajuan sastra-budaya di Indonesia. Berkat ketekunan, ketelitian dan ketelatenannya, ia dikenal sebagai kritisi sastra terkemuka sekaligus dokumentator sastra terlengkap. Kini, kurang lebih 30 ribu buku dan majalah sastra, guntingan surat kabar, dan catatan-catatan pribadi pengarang yang dihimpunnya tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.
Begitu besarnya pengaruh H.B. Jassin di antara kalangan sastrawan, Gajus Siagian (almarhum) menjulukinya “Paus Sastra Indonesia”. Saat itu berkembang suatu ‘keadaan’ saat seseorang dianggap sastrawan yang sah dan masuk dalam ‘kalangan dalam’ bila H.B. Jassin sudah ‘membabtisnya’. Meski kedengarannya berlebihan namun begitulah adanya.
Saat itu, ada beberapa pengarang yang lama berada di ‘kalangan luar’ sebelum akhirnya diakui masuk dalam ‘kalangan dalam’ seperti Motinggo Busye, Marga T yang aktif produktif mengarang, dan penulis novel pop lainnya. Padahal karya-karya mereka cukup baik, berseni dan bernilai tinggi. Mereka bergabung menjadi ‘kalangan dalam’ karena “pengaruh besar kepausan” H.B. Jassin. H.B. Jassin jugalah yang menobatkan Chairil Anwar sebagai pelopor Angkatan ’45. Lebih dari 30 tahun, julukan itu disandangnya.
Jassin rajin dan tekun mendokumentasikan karya sastra, dan segala yang berkaitan dengannya. Dari tangannya lahir sekitar 20 karangan asli, dan 10 terjemahan. Yang paling terkenal adalah Gema Tanah Air, Tifa Penyair dan Daerahnya, Kesusasteraan Indonesia Baru Masa Jepang, Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (empat jilid, 1954-1967) dan tafsir Alquran dalam buku Qur’an Bacaan Mulia. Pada saat ulang tahunnya ke-67, PT Gramedia menyerahkan ”kado” buku Surat-Surat 1943-1983 yang saat itu baru saja terbit. Di dalamnya terhimpun surat Jassin kepada sekitar 100 sastrawan dan seniman Indonesia.
Kisah Unik
Ada kisah unik saat ia menempuh pendidikan di UI. Saat itu, H.B. Jassin merangkap sebagai mahasiswa dan mahaguru sekaligus. Ketika kuliah sastra lama, terutama mata pelajaran Jawa Kuno, Sansekerta, H.B. Jassin menjadi mahasiswa, tekun duduk bersama mahasiswa lainnya dan penuh perhatian pada matakuliahnya. Tetapi begitu berganti matakuliah Sastra Modern, Masa Kekinian, H.B. Jassin berdiri dan maju ke depan, berdiri di podium lalu memberi kuliah, karena memang sebagai doktor Sastra Modern. Jadi dalam satu hari pada dua matakuliah, ia sekaligus bisa menjadi mahasiswa dan bisa menjadi mahaguru. Pada masa itu, orang seperti dia masih sangat langka. Ia memberikan teladan kepada para mahasiswa dengan rajin belajar, tekun, teliti dan sungguh-sungguh.
H.B. Jassin terbilang bukan orang yang ahli berdebat atau ahli berbicara di depan umum. Ia adalah orang yang menulis, berpikir lalu menuliskannya, tekun, rajin, dan berhati-hati. Seringkali saat diajak berdebat di depan forum resmi, ia tidak meladeninya. Karena itu pula pada banyak kesempatan pada beberapa kali simposium sastra-budaya, konggres, konferensi, seminar, dia selalu menolak untuk berbicara yang sifatnya aka nada perdebatan.
 Wafat
Pria gemuk pendek ini menikah tiga kali. Istri pertama, Tientje van Buren, wanita Indo yang suaminya orang Belanda yang disekap Jepang, pisah cerai. Lalu Arsiti, ibu dua anaknya, meninggal pada 1962. Sekitar 10 bulan kemudian ia menikahi gadis kerabatnya sendiri, Yuliko Willem, yang terpaut usia 26 tahun. Yuliko juga memberinya dua anak. Dari kedua istri ini, ia memiliki empat anak, yakni Hannibal Jassin, Mastinah Jassin, Yulius Firdaus Jassin, Helena Magdalena Jassin, 10 orang cucu, dan seorang cicit.

Ia meninggal pada usia 83 tahun, Sabtu dini hari, 11 Maret 2000 saat dirawat akibat penyakit stroke yang sudah dideritanya selama bertahun-tahun di Paviliun stroke Soepardjo Rustam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Sebagai penghormatan, ia dimakamkan dalam upacara kehormatan militer “Apel Persada” di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta.