Peringan Isra Mi'raj Yayasan Tarbiyah Islamiyah yang di dukung oleh MTs. YASTI 1, MA YASTI, dan SMK yasti dengan mubalig KH. Jujun Junaedi dari POLRES Sukabumi, perayaan dilaksanakan dengan hikmat dan penuh perhatian.
dalam peringatan tersebut KH Jujun Junaedi mengamanatkan kepada seluruh siswa YASTi agar melaksanakan belajar dengan penuh tanggung jawab dan melaksanakan disiplin nasiona, agarmenjadi anak yang bertangung jawab kepada diri sendiri, sekolah dan keluarga. dan tidak lupa beliau mengamanatkan kepada seluruh siswa agar dalam pergaulan siswa YASTI supaya menjauhi NARKOBA, karena Narkoba bisa merusak kepribadian siswa itu sendiri.
.
Ilmu yang digali dalam Isra Mi'raj dalam suray (Q.S Al-Isra : 1) yang menyatakan
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Q.S Al-Isra : 1)
Tanggal 27 Rajab dikenal sebagai hari Isra Mi'raj yang merupakan salah satu hari besar yang dirayakan umat Islam tiap tahunnya. Pada tanggal tersebut berlangsung fenomena penting bagi umat Islam, yaitu Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Tepatnya seperti tanggal yang ditunjukkan sejarahwan yaitu, tanggal 27 Rajab tahun ke 11 setelah pengangkatan Muhammad sebagai Nabi. Tiap tahunnya umat Islam Indonesia mengenang peristiwa itu. Mengenang Isra dan Mi'raj berarti juga mengenang fenomena perjalanan semalam Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Fenomena itu diabadikan dalam Al-Qur'an surat Al-Isra : 1 yang artinya, “Maha suci Allah yang memperjalakan hamba-Nya pada suatu malam dan al Masjidil Haram ke al Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Ayat diatas menggambarkan kemahakuasaan Allah Swt. kepada umat manusia. Allah Swt. yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad Saw) dari Masjidil Haram di Mekkah menuju ke Masjidil Aqsha di Palestina, hanya dalam waktu 1 malam. Tentu kejadian ini tidak dapat diterima secara akal sehat manusia, mengingat jarak antara Mekkah dan Palestina adalah ±1350 Km. Terlebih lagi perjalanan tersebut dilanjutkan menuju ke Sidratul Muntaha, yang terjadi pada malam itu juga. Suatu hal yang mustahil dan mengada-ada untuk zaman saat itu.
Dalam masyarakat modern, manusia lebih banyak tidak dapat menerima suatu kejadian tanpa adanya pembuktian secara ilmiah. Mungkin didalamnya termasuk juga peristiwa Isra Mi’raj. Tidak akan mungkin terjadi dalam waktu satu malam sekalipun menggunakan alat transportasi yang super cepat. Terlebih lagi peristiwa itu terjadi pada zaman dimana teknologi belum sehebat seperti zaman sekarang ini. Sehingga peristiwa ini memunculkan pertanyaan besar akan kebenarannya berdasarkan kajian ilmiah.
Sesuai kodrat manusia sebagai makhluk yang berakal, fenomena luar biasa itu melahirkan rasa ingin tahu, bagaimana mekanisme berlangsungnya perjalanan Isra Mi’raj itu? Serta dimana gerangan langit ke tujuh dan tempat tertinggi Sidratul Muntaha? Pertanyaan serupa juga pernah mencuak pada 14 abad yang silam, pada saat manusia masih sukar membayangkan sosok benda langit pengisi alam semesta dan dimensi ruang angkasa yang sangat luas. Pengetahuan tentang kecepatan cahaya baru ditemukan oleh Ole (Olaus) Christensen Romer (1644-1710), seorang astronom berkebangsaan Denmark pada tahun 1976 yang memperoleh pengetahuan tentang kecepatan cahaya melalui keterlambatan kemunculan satelit Jupiter setelah gerhana dibanding dengan prediksi orbit. Romer berkesimpulan bahwa, “Kecepatan cahaya terbatas dan mendapatkan angka kecepatan cahaya sebesar 225.000 km per detik”. Pada berlangsungnya fenomena Isra Mi'raj itu manusia belum mempunyai pengalaman menerbangkan wahana antariksa dan ikut terbang di ruang angkasa. Ajaran Islam melalui fenomena Isra dan Mi'raj secara tidak langsung mempertegas bahwa “manusia” dapat menjelajah ke tempat yang tinggi.
Demikianlah kiranya Allah Swt. memperjalankan hamba-Nya dari tempat-tempat yang terpisah dengan jarak yang tidak dekat, hanya dalam tempo satu malam, yang menurut kita tidak mungkin. Ini menunjukkan kepada kita akan kemahakuasaan Allah Swt. yang menggenggam langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Ingatlah bahwa satu hari disisi Allah Swt. adalah 1000 tahun menurut perhitungan manusia.
Allah Swt. berfirman yang artinya :
“Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Q.S. Al-Hajj : 47).
Ayat diatas memberitahukan pada kita bahwasannya, suatu perjalanan yang membutuhkan waktu 1000 tahun bagi kita, bagi Allah Swt. hanya dapat dilakukan dalam satu hari saja, seperti membalikkan telapak tangan. Dari sini dapat dianalogikan berdasarkan teori deret matematika, bahwa seharusnya jarak tempuh antara Mekkah dan Palestina membutuhkan waktu 3-5 hari bagi kita, maka bagi Allah Swt. cukup beberapa detik saja. Allahu Akbar
Dari penjelasan diatas, bagi kaum Ateis ini menimbulkan pertanyaan baru dalam hati yang belum puas terhadap peristiwa Isra Mi’raj. Mereka akan beranggapan bahwa, Tuhan berada dalam ruang yang bergerak dengan kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya. Argumen ini mungkin benar jika mengacu pada teori relativitas Einstein. Akan tetapi tentang keberadaan-Nya, hanya Dialah yang Maha Mengetahui. Dalam kajian waktu, ada tiga kategori pengelompokan waktu, yaitu past, present, dan future. Sebagai seorang muslim tentu kita sepakat bahwasannya Allah Swt. menguasai tiga keadaan waktu tersebut. Dialah Allah Swt. yang mengetahui masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.
Allah Swt. berfirman yang artinya :
“....Dan Allahlah yang Maha Mengetahui, dan kamu tidak mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah : 232)
Fenomena Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw. 14 abad yang silam sangat multi dimensi dan menarik banyak perhatian umat Islam. Oleh karena itu, menggali hikmah Isra' Mi'raj merupakan upaya yang tak habis-bahisnya sepanjang zaman. Menggali hikmah pemahaman Isra' Mi'raj berpangkal pada peningkatan ketaqwaan dan perluasan pengetahuan manusia. Fenomena Isra Mi'raj memfokuskan ketertarikan manusia untuk mengenal dan memahami langit, fenomena langit dan penjelajahan ruang angkasa. Seiring dengan penegasan Al-Qur’an untuk memperhatikan langit berarti juga ajaran Islam menstimulan lahirnya ilmu pengetahuan berbasis pada pengamatan (observasi science).
Peristiwa Isra Mi’raj, selain menunjukkan tanda-tanda Kemahakuasaan Allah Swt. juga mengandung hikmah yang sangat besar yang dapat menguji kekuatan iman seseorang. Bukan hanya sekedar menyakini peristiwa tersebut dengan melakukan perayaan besar! Tetapi lebih dari itu. Pengamalan dari apa yang dibawa Rusulullah Saw. dalam peristiwa itu, yaitu perintah sholat, haruslah ditegakkan diatas amalan-amalan lain. Betapa pentingnya ibadah sholat sehingga Allah Swt. langsung menyampaikannya kepada Rasulullah Saw. secara langsung, tanpa melalui perantara Malaikat Jibril As dalam peristiwa Isra Mi’raj. Bahkan, setiap muslim dapat mengalami Mi’raj ketika ia sholat. Karena sholat adalah amal ibadah yang memberi kesempatan kepada kita untuk menanggalkan sifat kemanusiaan kita, menghadapkan hati dan pikiran kita hanya kepada Allah Swt. Tentu saja bukan bertemu secara fisik, melainkan melihat dengan mata hati serta merasakan kehadiran-Nya secara intuitif. Orang bijak selalu mengingatkan pada kita, bahwa setiap orang islam harus bersyahadat minimal 9 kali dalam sehari. Syahadat dalam hal ini bukan hanya membacanya 9 kali tanpa melakukan ibadah lain. Ingat, bahwa di dalam sholat kita selalu besyahadat disetiap tahiyat, dan dalam 5 waktu sholat (dalam sehari) terdapat 9 kali syahadat. Jadi bukan hanya sekedar membaca 2 kalimat syahadat, tetapi seorang muslim haruslah mengerjakan sholat 5 kali dalam sehari, yaitu Ashar, Manghrib, Isya’, Subuh, dan Dhuhur serta ditambah dengan amalan shalat shunnah yang di contohkan oleh Rasulullah Saw.
Untuk itu marilah kita sandarkan hati kita pada nilai keimanan yang sesungguhnya, dengan berupaya menegakkan risalah yang disampaikan Rasulullah Saw. kepada kita ummat Islam, termasuk didalamnya menegakkan sholat dalam keseharian kita, karena sesungguhnya sholat adalah tiang agama, dan amalan yang akan dihisab pertama kali.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesuatu yang pertama kali diperhitungkan pada hamba adalah shalatnya, jika ia menyempurnakannya. Jika tidak (sempurna) maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : "Lihatlah apakah hambaKu mempunyai (shalat) sunat ?". Jika kedapatan padanya (shalat) sunat, maka Allah berfirman : "Sempurnakanlah fardhu itu dengannya". (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).
Sehingga kita tidak hanya tersibukkan untuk melakukan perayaan Isra Mi’raj dan mengabaikan makna sholat yang terkandung dalam peristiwa itu. Hanya dengan tegaknya Daulah Islamiyah, kebahagian dunia dan akhirat dapat tercapai. Insya Allah
Semoga saja, tulisan yang penulis adopsi dari berbagai pendapat ini, memberikan pencerahan kepada kita semua terutama diri penulis sendiri untuk kembali memaknai hakekat Isra’ Mi’raj dan mampu meretas belenggu pemahaman parsial menjadi pemahaman kolektif dari sisi keshalehannya. Amin
Tentang Penulis Ulang
Rahmat Kurniawan
Lahir di kota Baubau, Sulawesi Tenggara, dalam tradisi dan kultur pendidikan yang kental. Sekarang masih menempuh studi S-1 Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA Semarang.
Saat ini, Rahmat Kurniawan atau acap kali disapa Endhy. Selain sebagai mahasiswa aktif, ia juga selalu menyempatkan diri setiap hari untuk menulis dan mengkaji ilmu. Ia mengaku tertarik pada 3 dunia, yaitu dunia agama, menulis dan politik. Pengamatannya selama ini terhadap 3 dunia tersebut. Membuat ia bersemangat untuk selalu memacu diri menghasilkan karya-karya yang setara dengan para penulis muslim idolanya, seperti Prof. La Ode Kamaluddin, Uts.Habiburrurahman, Uts.Munif, Uts.Mujib, Andrea Hirata dan lain-lain.
Saya berpendapat bahwa, “Hidup itu hanya sekali, maka buatlah hidup itu lebih bermakna dengan amal yang engkau perbuat serta karya-karya yang dapat mementik sanubari tiap individu yang menyaksikannya. Sehingga engkau akan dikenang sebagai salah satu orang yang berpengaruh di dunia”.