YASTI

Rabu, 12 April 2017

Benci Berujung Pelaminan

Benci Berujung Pelaminan

Judul Cerpen Benci Berujung Pelaminan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta


Malam itu dalam sebuah kamar yang bersahaja nampak tersemat sebuah cerita dari penghuninya dimasa lalu, hingga sekarang ia hidup bersama mengarungi khalayak hati sampai badai sempat menerjang seorang lelaki yang dulu begitu dibencinya oleh seorang wanita,
“Entah apa yang ada dalam benak istriku saat itu, ia begitu membenciku seakan tidak ada sedikitpun rasa hanya sekedar untuk berbicara sejenak di sini bersamaku.” ujar seorang Asad Annazar dalam hatinya sambil tersenyum meradang dalam hati.
Tidak lama setelah itu Fina yang kini telah menjadi istrinya datang, sontak ia merasa aneh melihat suaminya tersenyum tanpa sebab, ia terpaku nampak jengkel dan memaksa suaminya untuk segera menceritakan apa yang sebenarnya terjadi,
“Senyum kamu itu menyebalkan Bi, bolehkah Umi mengetahui apa yang terdapat dalam benak fikiran Abi sekarang? Abi pun tidak sedang memikirkan wanita lain kan?.”
Fina berujar dengan nada sensitifnya yang membuat suaminya terkaget namun kembali tersenyum.
“Jangan berbicara seperti itu tadi Abi hanya teringat candaan teman-teman saat di kantor, mereka kalau sedang bercanda seperti tidak lupa waktu dan Abi sangat terhibur.” Ia menjawab sembari bergelut nada bicaranya,
“Tidak, ceritakan yang sebenarnya Bi, sungguh Umi tahu ada hal yang sedang disembunyikan.”
Naluri seorang peremupan tentang kepekaan itu memang tidak jarang terjadi, Hingga Asad menceritakan semua yang dialaminya kala itu, mungkin sampai detik ini ia masih belum menyangka, seorang wanita berparas cantik seraya tutur katanya begitu lembut penggugah hati manusia, nelangsa telah lama ia kagumi namun malah kebencian yang ia dapati dari seorang istri nampak lalu tidak menghiraukan kehadiranya.
Sebenarnya ia merasa sangat sedih, tapi entah mengapa hatinya begitu yakin tentang hadirnya sosok wanita itu kelak yang akan mengisi hari-harinya seraya sekarang. Masih juga teringat pada lemai pola fikir seorang lelaki saat ia dan keluarga hendak bersilaturahmi ke rumahnya, begitu baik hubungan keluarga mereka saat itu.
“Sampai hati Umi membenciku saat pertemuan itu, sungguh Abi pun tak mengetahui tentang kunjungan kami berujung perjodohan kita dimasa lalu yang membawa hati Umi seakan retak tapi tidak dengan hati ini, justru hati ini menghendaki dan begitu antusias, bukankah Umi telah mengetahui sejak di bangku kuliah rasa ini telah muncul bahkan tidak peduli ketika Umi berkata telah mempunyai calon pendamping hidup”. keluh kesah seorang lelaki yang kembali mengingatkan istrinya tentang kesedihanya bersama hari-hari yang terus berjalan.
“Hmm.. Jangan seperti itu Bi, sejujurnya waktu itu Umi memang sedang dekat dengan hadirnya seorang lelaki dan Umi merasa sangat terganggu dengan setiap pandangan Abi acapkali di kelas, kau itu menyebalkan Bi apalagi kiriman surat yang kau taruh di dalam sepatuku saat praktik Teknologi Informasi di Laboratorium Komputer, hmmm.. sudah tulisanya jelek, cara ngasihnya aneh, meskipun isi tulisanya sempat membuat Umi merinding, tapi entahlah sejak kejadian itu Umi malah semakin benci”. sambung Fina dengan nada manja dan menyembunyikan rasa kesalnya.
“Maafkan Abi ya mi, Abi khilaf,” tuturnya kembali.
Hingga waktu berjalan tentang kehendak indah Tuhan mengarungi kehidupan mereka dimasa sekarang, lewat perjodohan kedua belah pihak keluarga akhirnya mereka berdua menikah atas dasar cinta bagi sang lelaki namun atas dasar terpaksa bagi wanita.
Ironis memang apalagi saat tidur pertamanya sang istri begitu enggan melihat wajah lelaki yang telah dinikahinya itu, dalam beberapa waktu sebagai seorang suami ia pun tidak ingin menyakiti hati seorang pribadi cerminan bunga di atas karang yang tidak hanya bisa kulihat namun juga bisa kubawa untuk pulang dan bercengkrama bersama denganya, acapkali ia lebih memilih tidur di bawah sedang istrinya ia biarkan untuk tidur nyenyak di atas,
“Yang penting dia tidak marah-marah lagi.” kata-kata itu yang selalu ia sematkan hingga tidak ada yang mampu mengalahkan ketulusan hatinya yang telah dicuci air mata derita sejak kebencian itu timbul pertama kali atas seorang wanita terhadap dirinya.
Kebencian sepertinya tidak juga lepas dari rona yang terpancar lewat kasat wajah tidak menerima. Hingga pada suatu hari di kamar itu dengan mata judesnya dan mulut seakan cetus, istrinya berbicara tentang tujuan ia menikahi dirinya,
“Apa sebenarnya yang membuatmu mendukung perjodohan ini, apakah atas dasar cinta? Sebatas kagum? Atau bahkan nafsu?.”
Sedikit lirihan kecil yang kaku karena mungkin baru beberapa hari pada atap yang sama membuat sang lelaki terkaget karena tidak seperti biasanya ia lebih dulu mengajaknya untuk berbicara.
“Hmmm.. Entahlah rasa ini telah muncul sejak prosesi taaruf dalam pengukuhan jurusan saat di kampus, itu sudah lama sekali dan Aku sangat bersyukur bisa satu kelas denganmu meskipun motivasiku ini tidak jelas mengapa selalu ada namamu dalam hati yang tak tentu arah dan tujuanya ini.” Suaminya menjawab dengan lantunan yang tidak beraturan, tapi dirasa ini sudah cukup jelas bagi wanita itu.
“Hmmmm..” Sejenak wanita itu menghela nafas.
“Aku minta maaf, jangan tersinggung dengan jawabanku itu. Bukankah dulu kau sangat baik kepadaku, tentunya kau pun mengetahui jika Aku lebih suka menyendiri saat dalam kondisi seperti apa pun, sampai akhirnya kau juga yang selalu menemani dalam kesendirian itu. Sejak saat itu pula rasa ini semakin menjadi hingga menjadi sebuah pengharapan yang lebih, namun.. apa daya, ketika kau tahu tentang semua perasaanku, kau malah menjauh dengan jawaban yang tidak pasti, sejujurnya saat itu aku sangat sedih.” Ia menceritakan segala keluh kesahnya dimasa yang lalu.
Sekilas pun Fina yang kini telah menjadi istrinya tidak menyangka jika seorang lelaki yang dulu sempat membuatnya benci ternyata mempunyai rasa cinta serta keyakinan yang begitu mendalam. Hingga mereka terus menikmati setiap obrolan-obrolan diwaktu malam pancarkan kenyamanan dalam diri, ini merupakan sejarah awal dari sebuah rasa cinta wanita itu, lalu muncul petisi sederhana tentang panggilan Abi dan Umi.
Sampai waktu demi waktu dilaluinya dengan genggaman erat keyakinan pribadi seseorang, Sungguh rencana Tuhan sangat indah untuk sekedar dirasakan manakala bersyukurlah. Nampak karena mereka sering berbicara, bercumbu dan berbagi pendapat, tidak lama setelah itu keduanya merasa sangat cocok dan begitu nyaman, maka setelahnya benih-benih cinta itu kini mulai muncul dari hati seorang wanita yang pasti juga memiliki hati nurani. Hingga kebencian itu berubah menjadi cinta berkat kuasa Tuhan. Kasih sayang yang lalu sangat jauh dipelupuk jiwa kini berubah menjadi sangat dekat dan begitu mengagumkan