YASTI

Rabu, 12 April 2017

Merajut Mimpi

Merajut Mimpi

Judul Cerpen Merajut Mimpi
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Motivasi, Cerpen Remaja, Cerpen Sedih


“LINE LINE.” smartphone Yumna terus saja berbunyi, padahal hari sudah masuk tengah malam. “Yeay orderan lagi!” teriaknya gembira begitu membaca pesan yang masuk. Dengan sigap jari-jarinya menari di atas ponsel seraya menjawab pesan. Ya, sudah dua bulan ini ia menjalankan bisnis kecil-kecilan dengan membuka online shop. Sebagai langkah awal agar bisa menggapai cita-citanya menjadi pengusaha sukses.
“Pokoknya besok followersnya harus 1.000 orang.” kata Yumna menyemangati diri sendiri.
Tiba-tiba ada pesan masuk “Udah malam, belum tidur Yum?” ternyata dari Vicky, sahabat kecil Yumna. Sudah tabiatnya menceramahi Yumna, jangan kecapaian lah, jangan tidur malam-malam lah, jangan telat makan, jangan kebanyakan main di luar, udah berasa pacar aja. Yang lucunya, pernah satu kali Vicky pergi ke luar negeri, lalu iseng mengecek Yumna apakah sudah tidur atau belum. Pas diangkat teleponnya, ia malah marah-marah karena berarti Yumna masih bangun tengah malam. Ya gimana gak bangun, orang telepon berbunyi terus.
Melirik ke arah jam, ternyata memang sudah masuk tengah malam. “Iya kebablasan nih Vick, kirain baru jam 10.” jawabnya. “Kamu susah banget dibilangin, baru juga 3 hari lalu keluar dari rumah sakit, nanti kalau ngedrop lagi gimana?” kata Vicky. “Iya iya abis ini langsung tidur. Tapi besok jadi ya, temenin ke tempat Icha pulang sekolah” jawab Yumna. Vicky mengiyakan, lalu ia menutup telepon.
“Bagaimana sudah bisa buat brosnya?” tanya Yumna. “Sudah jadi 14 bros Yum, ternyata gak susah ya” jawab Icha, teman Yumna, yang seorang anak jalanan. ”Sip, syukur deh, kalau gitu, ini aku ambil ya. Besok aku post brosnya di online shop. Bros yang kemarin banyak yang suka. Oiya, Aku gak bisa lama-lama nih, mau latihan sama anak-anak yayasan kanker. Minggu depan kita mau mengadakan drama musikal, kamu datang juga ya nanti.” kata Yumna. “Pasti, kalau ada waktu nanti aku mampir. Hati-hati di jalan Yum, Vick.” jawab Icha. Di perjalanan Yumna merasa pusing, ada darah keluar dari hidungnya. Ia menepi dan tiba-tiba jatuh pingsan. “Yumna sayang, bangun nak.” panggil ibu Yumna. Ternyata ia sudah berada di rumah sakit dan dikelilingi orang-orang terdekatnya termasuk sahabatnya, Vicky. “Mama gak ngelarang kamu beraktivitas, tapi tidak seperti ini. Terlalu padat. Pokoknya kamu gak boleh sering-sering ke sana lagi, atau kamu mau terus-terusan masuk rumah sakit!” lanjut ibu Yumna. Tak bisa melawan, Yumna pun akhirnya menyetujui untuk mengurangi aktivitasnya di luar. Sejak kejadian itu, Vicky lebih protektif terhadap Yumna. Hampir tiap jam ia menegur Yumna agar tidak terlalu kecapaian. Yumna senang sahabatnya ini benar-benar perhatian dan peduli.
Seminggu telah berlalu, namun Yumna tak kunjung membaik. Ia justru lebih cepat lelah dan terpaksa melewatkan perannya dalam drama musikal. Ia pun mulai jarang mengupdate online shop miliknya. Namun karena sudah dikenal baik, tetap saja ada pesanan masuk. Bukannya membaik, keadaan Yumna semakin hari semakin memburuk. Hingga ia harus bulak balik opname. Badannya sudah tak mampu berbuat banyak. Ia kini hanya berbaring di tempat tidur dan sesekali mengutak atik samartphone miliknya. “Hai gimana udah baikan?” tanya Vicky. Yumna hanya tersenyum. “Vick tolong cek dong ongkir ke Solo dari Bandung.” pinta Yumna. “Sudahlah Yum, off dulu jualannya. Nanti kalau sudah fit baru lanjut.” Ucap Vicky. “Iya, asli sekali ini aja terakhir. Orangnya sudah pesan dari 2 minggu lalu soalnya, pre order. Sekarang sudah ready tinggal kirim.” Kata yumna membela diri.
Menjelang malam kondisi Yumna melemah. Tubuhnya sudah tidak kuat melawan kanker yang diidapnya 5 tahun belakangan. Dan pada akhirnya Ia menghembuskan napas terakhirnya malam itu. Vicky yang mendengar kabar tersebut segera menuju rumah sakit dan melepas sahabatnya tersayang menuju pangkuan Tuhan Yang Maha Esa.
“Ayo ayo dikumpul, biar besok sudah bisa dipost. Vik cepat sini tolong bawain ya, berat. Hufft makin rame aja teman-teman yang gabung, ruangan ini sudah gak nampung. Berkat Yumna anak-anak jadi bisa dapat penghasilan lebih. Sayangnya dia gak sempet melihat keberhasilan ini.” Ucap Icha sedih.
Dua bulan sudah semenjak kematian Yumna, Bros buatan Icha dan anak jalanan lain kini sudah punya pelanggan setia. Ini pertama kalinya kunjungan Vicky ke tempat Icha sepeninggal Yumna. Ia masih merasa kehilangan dan menjauhkan diri dari tempat-tempat yang mengingatkannya pada Yumna.
“Oiya online shop Yumna gimana jadinya?” tanya icha. Vicky baru teringat dan tanpa sadar, jarinya tengah mengetik akun online shop milik Yumna. “Sis bales line!”, “Sis pesanan saya udah 3 bulan gak datang-datang! dasar penipu! dan masih banyak komentar yang lainnya. Vicky kaget dan marah, namun ia berusaha menenangkan diri. Dihirupnya napas dalam-dalam lalu ia menjawab komen tersebut satu persatu dan menjelaskan bahwa pemilik online shop ini bukanlah penipu, melainkan telah meninggal dunia. Ia memohon maaf bagi sahabatnya tersebut dan berjajin akan segera membicarakannya dengan keluarga Yumna.
Mau bagaimana lagi, memang sudah batasnya, kerja keras Yumna untuk meraih mimpinya, menjadi pengusaha sukses agar dapat membantu orang-orang di sekitarnya. Meski sakit terus menggerogoti raganya namun semangatnya tetap membara. Selamat jalan Yumna, sahabatku yang hebat.