YASTI

Rabu, 12 April 2017

Ikhlas Melepasmu

Ikhlas Melepasmu

Judul Cerpen Ikhlas Melepasmu
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 8 April 2017


“Alhamdulillah.. Ya Allah… akhirnya penantianku selama sembilan tahun, dalam do’aku selalu kusebut namanya, Terima Kasih Ya Allah.. Engkaulah Sang Maha Pengabul Do’a..”. Bahagia.. Ya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Tidak pernah kusangka kalau aku akan menikah dengannya. Ustadz Ali, ya.. dia adalah ustadzku yang mengajariku tentang banyak hal keagamaan. Dan sekarang kami akan menikah. Kalau menginggat dulu pada saat pertama kami bertemu benar-benar pertemuan yang tidak disengaja.
Dulu kami bertemu dalam acara Lomba antar TPA, dan kebetulan acara itu diselenggarakan di desaku. Dan aku pun ikut serta menjadi panitianya. “Fat…” seseorang memanggilku dari arah belakang, “Bima… Kaifa Haluki…?” “Alhamdulillah ana bil Khoir” “Wah jadi panitia nih…” “Ya… ikut serta lah.. apalagi kegiatan positif kaya gini…”. Lelaki yang memanggilku ialah Bima, Bima adalah temanku sejak aku di MTs, hingga saat ini pun kami masih berkawan baik, walaupun kami berbeda sekolah setelah SMA. Bima yang bersekolah di Madrasah, sedangkan aku memilih untuk sekolah di SMA. “Oh ya Fat ini kenalin kakak aku…” “Ali…”, pria itu hanya menyandarkan tangannya di depan dada tanda ia memperkenalkan dirinya, dan aku pun menjawab seraya mengikuti gerakan tangannya “Fatimah…” “Ali dan Fatimah… seperti nama pasangan yang sangat romantis… kaya Fatimah Az-zahra dan Ali bin Abi Tholib”, aku pun hanya tersenyum begitu juga dengan laki-laki yang bernama Ali itu. “Yaa… aku pergi dulu ya Fat.. kamu ngobrol dulu sama kak Ali… Aku tinggal bentar ya kak…”. Ali pun hanya menganggukkan kepala. Aku pun tidak tahu harus berkata apa untuk memulai pembicaraan itu.
Tiga tahun aku berkawan dengan Bima, tapi aku tidak pernah bertemu dengan keluarganya. Aku hanya mendengar berita tentang keluarganya, Bima mempunya dua kakak lali-laki semua tapi di antara mereka sangat berlainan sikap, yang satu sangat Sholeh sedangkan yang satunya sangat berbanding terbalik dengan kata Sholeh. Dan aku pun tidak tahu apakah kakak Bima ini yang Sholeh tau yang satunya.
“Dek Fatimah.. teman Bima… sejak di MTs kan… sekarang sekolah di mana…” “SMA N 1 DARUL MUTTAQIN” “Wah itu kan SMA favorit.. beruntung sekali adek bisa sekolah di sana..” “Ya.. Alhamdulillah”. Begitulah pembahasan kami, ternyata kakaknya Bima yang Bernama Ali orangnya sangat supel dan menyenangkan dalam waktu singkat kami dapat saling mengenal. “Tapi.. maaf saya harus panggil anda siapa?.. Kakak.. Mas.. at..” “Ustadz Ali”. Dari itu kami saling mengenal, bahkan kami saling bertukar nomor telepon agar mudah berkomunikasi. Dan aku kini masih duduk di kelas X, setelah aku lulus dari MTs hafalan Qur’anku banyak yang lupa dan aku ingin memulai tiqran kembali. Dan akhirnya aku memulai tiqranku dengan Ustadz Ali, setiap minggu kami bertemu di masjid dan mengaji bersama. Ustadz Ali mengajariku banyak hal tentang Agama, dan pengetahuanku tentang Islam semakin luas. Dan aku mudah menghafal bila Ustadz Ali yang mengajarkannya.
Minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, sudah cukup lama Ustadz Ali mengajariku mengaji dan aku merasa nyaman bila mengaji dengannya. Pertanda apakah ini Ya Allah..? Apakah Ini..? Ya Allah aku akui memang aku telah menyimpan rasa sejak pertama kali bertemu Ustadz Ali, tapi aku menyimpan rasa ini hanya Bima adik Ustadz Ali dan Ustadz Syarif yang mengetahui itu. Dan kadang Bima juga mengodaku dengan membicarakan keseharian Ustadz Ali. Aku hanya tersipu malu, dan menunduk saat Bima mengatakan itu. Tapi, aku dan Ustadz Ali bagaikan langit dan bumi, Ustadz Ali ahli agama pandai dan fasih dalam berbahaa arab. Walaupun aku juga dapat berbahasa arab tapi aku tidak sefasih Ustadz Ali.
“Mbak Fatimah, nanti kalau nikah sama Kak Ali.. jangan galak-galak ya sama Dek Bima” itulah kata-kata Bima yang selalu ia lontarkan saat menggodaku. Hingga aku tidak tahan untuk menyembunyikan rasaku ini. Setiap minggu bersama, dan menghabiskan waktu mengaji berdua adalah hal yang kunanti setiap minggunya.
Tiga tahun berlalu, dan kini aku tengah mempersiapkan ujianku di SMA, aku akan lulus. “Ustadz do’akan semoga kamu dapat nilai yang terbaik, dan dapat sekolah tingkat tinggi yang kamu inginkan, jangan lupa sholat, tetap tiqron jangan sampai hilang hafalannya”. Itulah pesan dari ustadz Ali yang selau ku ingat. Dan membuat semangat aku dalam belajar, hatiku selalu berseri jika mengingat perkataan Ustad Ali berupa nasihat yang diberikan kepadaku. Hingga ujian selesai dan pengumuman kelulusan tiba, Alhamdulillah aku mendapatkan nilai terbaik dalam ujian ini. Terima Kasih ya Allah.. tak sabar rasanya aku ingin segera memberi tahu nilaiku kepada Ustadz Ali.
Handphonku pun berdering ada WA yang masuk aku pun segera membukanya, ternyata dari Ustadz Ali hatiku mulai berdesir alangkah senangnya aku dan aku membukanya… “Ya Allah…” Air mataku tumpah seketika, dihari kelulusanku aku mendapatkan nilai terbaik dan aku mendapatkan Undangan Pernikahan Ustadz Ali.. Ya Ustadz Ali akan menikah dengan Perempuan yang bernama Aini.
Tiga tahun sudah aku menyimpan rasa terhadap ustadz Ali. Hari-hariku sedih menjelang pernikahan Ustadz Ali, hingga hari H pernikahan Ustadz Ali. Aku mengirimkan sebuah pesan kepada Bima, “Titip buat Ustadz Ali, Selamat menempuh hidup baru semoga bahagia dan menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah Warohmah”, “Sabar.. Fat.. kalau Kak Ali jodoh kamu pasti bakal disatukan lagi sama Allah, mungkin kak Ali bukan jodohkamu di dunia tapi mungkin Allah telah menakdirkan kalian untuk menjadi jodoh di Akhirat kelak”. Cukup lama aku membaca pesan balasan dari Bima, ya pesan dari Bima membuatku sadar Cinta tak harus memiliki, tapi di hatiku yang paling dalam aku masih mencintainya Ya Allah. Ya Allah begitu sulitnya aku menerima kenyataan ini, berat rasanya, aku belum pernah merasakan cinta ini sebelumnya. Ya Allah kuatkanlah aku ya Allah.
Seminggu sudah setelah pernikahan Ustadz Ali digelar. Tapi aku belum bisa Move On, dalam pikiranku masih terbayang wajah Ustadz Ali. “Assalamualaikun Fat… Kak Ali mau ngajak ketemuan kamu tuh, di tempat biasa…!! Datang ya Penting!!” ada sebuah pesan dari Bima. Aku bingung mengapa Ustadz Ali ingin bertemu denganku ada hal penting apa yang hendak ia bicarakan denganku. Apa Ustadz Ali masih tetap mengajariku mengaji dan menghafal bersama atau apa..?. Aku ingin segera menemuinya, walaupun hati ini berat untuk bertemu dengannya.
Masjid Al-Fath, itulah tempat yang selalu kami gunakan untuk mengaji. Kami selalu bertemu di sana, untuk mengaji dan menghafal bersama. Di pelataran masjid telah ada sepeda Ustadz Ali. Segera aku masuk Masjid dan mendapati Ustadz Ali tengah membaca al-Qur’an di dalam Masjid. Seperti biasanya, sembari menantiku Ustadz Ali selalu melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan merdunya, dan akan membuat hati siapapun tenang bila mendengarkannya.
“Assalamualaikum” “Waalaikumsalam” “Dek Fatimah… sudah datang”, aku pun hanya memberikan sedikit senyuman kepadanya, dan aku pun duduk menghadap Ustadz Ali dan agak berjarak. “Gimana UN-nya sukses…?, kan sudah pengumuman kelulusan, gimana hasilnya” aku pun menyerahkan nilai UN ku kepada Ustadz Ali. Ustadz Ali masih menanyakan nilaiku dia masih peduli kepadaku karena aku muridnya atau hanya untuk sekedar basa-basi denganku. “Peringkat berapa..?” “Alhamdulillah..” “Ya Alhamdulillah.. nilainya bagus tapi peringkat berapa…?” “Alhamdulillah satu Ustadz..” Ustadz Ali pun tersenyum, seperti senyum bahagia, dan ia mengucapkan selamat padaku. Tanpa basa-basa lagi, aku menanyakan kepada Ustadz Ali mengapa ia menyuruhku untuk menemuinya “Maaf… Ustadz ada apa ya Ustadz, kok Ustadz ngajak ketemuan..?” “ini kan minggu.. ini waktunya kamu setoran hafalan sama Ustadz” “Tapi, Ustadz mau minta pendapat kamu..” “Apa ustadz..?” “Ustadz itu suka sama orang dan orang itu juga suka sama Ustadz, dan Ustadz mau nikah sama dia..”. Hati ini rasanya semakin teriris-iris makin perih dan seketika air mata ini tumpah membasahi wajahku.
Teleponku berdering, segera aku buka, ternyata dari orang iseng yang mengirimkan pesan kosong kepadaku “Maaf Ustadz… saya ada keperluan saya harus pergi… Assalamualaikum” aku melangkahkan kakiku keluar dari masjid dan membawa luka perih yang kudapat hari ini. Dan di ambang pintu “Ustadz mau nikah sama kamu..!” langkahku terhenti. Dan ustadz Ali menghampiriku di ambang pintu “Kamu mau kan?, Ustadz juga tahu kalau kamu juga cinta sama Ustadz” “Ustadz kan sudah menikah..”, Ustadz Ali tertawa kecil “Kata siapa, Ustadz nggak jadi nikah, Batal” “Kenapa..?”. Aku pun kembali duduk dan Ustadz Ali pun menceritakan kejadian bagaimana pernikahannya bisa batal. Dan ternyata wanita yang bernama Aini telah hamil bersama laki-laki lain, Ustadz Ali menikah dengannya juga karena dijodohkan oleh orangtuanya dan Ustadz Ali tidak enak jika menolak permintaan kedua orangtuanya.
“Kamu mau kan jadi istri Ustadz.. Ustadz akan segera melamar kamu setelah kita menjalani Ta’aruf” “Saya… juga mencintai ustadz, tapi saya masih ingin sekolah dulu” “Ustadz akan nunggu kamu… selama apa pun… sampai kamu siap”. Ustadz Ali benar-benar mencintaiku, ia mau menungguku hingga aku selesai kuliah.
Enam tahun sudah aku kuliah dan akhirnya aku diwisuda. Dan Ustadz Ali juga mendampingiku saat aku diwisuda. Dan hari yang kunanti telah tiba, Menikah dengan Ustadz Ali. Ustadz Ali benar menepati janjinya untuk menungguku sampai selesai kuliah. Selama enam tahun ia terus menungguku, dan akhirnya aku dapat menyelesaikan kuliahku.
“Ukhty.. tunggu saya di rumahmu, lusa saya akan ke rumah Ukhty, datang untuk melamar Ukhty” Pesan dari Ustadz Ali yang dikirimkan kepadaku, Ukhty… ya semenjak enam tahun silam Ustadz Ali memanggilku Ukhty, tetapi tetap saja aku memanggilnya dengan sebutan Ustadz. Aku belum bisa memanggilnya dengan sebutan Akhi. Baru tadi malam Ustadz Ali mengirimkan pesan untukku, tetapi rasanya aku telah membacanya enam tahun silam. Apa karena aku tidak sabar karena ingin dilamar Ustadz Ali atau aku yang berlebihan menanti kedatangan Ustadz Ali..? entahlah rasanya aku ingin segera berganti hari agar Ustadz Ali segera datang ke rumah melamarku. Dan aku juga telah memberi tahu kepada orangtuaku kalau lusa Ustadz Ali akan datang melamar, dan aku mengatakan bahwa Ustadz Ali adalah kakak Bima.
Malam ini datang seorang pria bersama keluarga, aku menunggunya di kamar dan mendengarkan pembicaraan itu. Tidak kusangka Ustadz Ali datang secepat ini katanya masih besok tapi hari ini Ustadz Ali datang lebih cepat, apakah ia ingin memberiku kejutan atau ia ingin segera menikah denganku. “Kedatangan saya kemari… bersama orangtua tentunya Bapak telah tahu, saya serius dengan anak Bapak. Dan kedatangan saya kemari untuk meminang anak Bapak untuk jadi istri saya”, di dalam kamar hatiku mulai berdesir, ingin rasanya aku ingin segera keluar dan mengatakan “Ya.. aku mau”. Hingga akhirnya orangtuaku menyuruhku keluar dari kamar untuk menemuinya.
Aku telah berias dan memakai pakaian terbaik mungkin untuk menemui Ustadz Ali. Segera aku keluar dan menemuinya. Dan alangkah terkejutnya aku ketika melihat lelaki itu, Pria itu bukan Ustadz Ali yang kunanti. Orang itu Mas Zain anak kenalan ayahku. Mas Zain yang kutahu bukan anak yang baik, ia suka bergabung dengan teman-tenannya yang suka berj*di dan minum-minuman keras. Tapi, aku tidak tahu pasti apakah ia juga melakukan hal maksiat itu atau hanya berkawan dengan orang-orang itu. Yang jelas aku tidak menyukainya, aku tidak suka kepadanya dan aku hanya menantikan kedatangan satu pria yaitu Ustadz Ali.
Kabar kedatangan Mas Zain ke rumahku telah tersebar di desaku, entah siapa yang membocorkan hal itu. “Wah.. Fat mau nikah sama Zain anak orang kaya itu” itulah kata-kata yang dilontarkan orang-orang kepadaku untuk menggoda. Tapi, tidak aku menggubrisnya sama sekali. Hingga kabar itu terdengar hingga ke Ustadz Syarif, Ustadz Sarif adalah sahabatku. Aku selalu bercerita tentang segala hal kepadanya, termasuk perasaanku kepada Ustadz Ali. Ia juga mengetahui hal itu, dan ia menanyakan hal itu padaku. “Lalu bagaimana dengan hubunganmu dengan Ustadz Ali.. sudah sembilan tahun kamu menantikan hal ini..” “Yang pasti aku tidak mencintai Mas Zain dan aku hanya ingin menikah dengan Ustadz Ali”. Ya Ustadz Syarif menanyakannku lewat sebuah pesan singkat dari telepon.
Teleponku pun berdering, Ustadz Ali meneleponku dan aku pun segera mengangkatnya dengan hati yang berbunga-bunga “Assalamualaikum, Ukhty” “Walaikum salam Ustadz” “Ukhty sudah enam tahun saya menunggu kamu, dan kita akan segera menikah. Tapi, mungkin Allah berkata lain. Mungkin Allah memiliki takdir yang berbeda tidak seperti apa yang kita inginkan. Allah telah memiliki rahasia untuk menentukan takdir setiap umatnya. Semoga Ukhty bahagia dengannya. Selamat untuk Ukhty. Maaf kita harus mengakhiri hubungan kita” “Tapi Ustadz, saya tidak mencintai Mas Zain, saya hanya mencintai Ustadz” “Illaa maasyaa Allah.. Kecuali Kalau Allah Menghendaki kita akan dipersatukan kembali Ukhty… Wassalamualaikum” “Waalaikumsalam” Ya Allah sembilan tahun penantianku dalam segala godaan kau berikan padaku, belum juga usai.. Ya Allah Engkaulah Yang Maha Tahu Segalanya aku serahkan semua ini Kepada-Mu Ya Allah.
“Bagaimana kamu mau kan nikah sama Zain..?” “Tapi, Abi saya hanya mencintai Ustadz Ali, Saya tidak mencintai Mas Zain” “Ustadz Ali.. mana buktinya, kalau dia memang mau meminang kamu seharusnya ia datang ke sini. Apalagi yang kamu tunggu Nak, kamu sudah dewasa” “Tapi, Abi tahu kalau Mas Zain itu suka bergaul dengan anak-anak yang suka berj*di dan minum-minuman keras” “Ya memang Zain bergaul dengan mereka. Tapi, Zain tidak pernah melakukan perbuatan terlarang itu. Setelah kamu kuliah justru Zain mondok enam tahun selagi menunggu kamu” “Tapi, Abi saya tidak mencintainya” “Tapi, kamu tidak mungkin menolaknya, Abi nggak enak sama keluarga mereka. Selama ini keluarga merekalah yang membantu usaha Abi.. Keluarga Abi sudah hutang jasa sama keluarga Zain… jadi kamu harus menerima Zain untuk jadi suami kamu” “Nak… mungkin Ali bukan jodoh kamu di dunia tapi mungkin Allah memiliki rahasia lain yang tidak kita ketahui. Bisa jadi Ali itu adalah jodoh kamu ketika di akhirat kelah” Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi selain mengiyakan perkataan mereka.
Seminggu kemudian, hari pernikahanku bersama Mas Zain dilaksanakan dengan meriah. “Selamat ya, Ukhty semoga menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah. Saya akan segera menyusul Ukhty ke pelaminan. Saya juga akan menikah” pesan Ustadz Ali yang dikirimkan kepadaku, aku tidak menyangka Ustadz Ali mudah sekali melupakanku hingga dalam waktu singkat dia akan menikah dengan orang lain.
Beberapa bulan telah berlalu setelah pernikahanku dengan Mas Zain. Ternyata Mas Zain orangnya baik, dia juga taat beribadah dan dia dapat melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami. Walaupun bagaimanapun Mas Zain adalah suamiku aku harus menghormatinya jika aku tidak dapat mencintainya. Aku harus belajar untuk mencintainya, karena cinta Mas Zain kepadaku sangatlah besar dan tulus. Walaupun sebenarnya di dalam hatiku yang sangat dalam masih tersimpan untuk Ustadz Ali, ya hanya untuk Ustadz Ali.
Ustadz Ali mengatakan bahwa ia akan menikah, ternyata Ustadz Ali berbohong, Ustadz Ali ingin aku bahagia dengan orang lain dan ia pun mengalah dengan Mas Zain. Yang sebenarnya Ustadz Ali juga sangat menciantaiku dan belum bisa melupakanku. Tapi aku telah menjadi milik orang lain, telah menjadi istri Mas Zain. Aku jadi teringat kata Bima enam tahun silam, mungkin Ustadz Ali bukan jodohku di dunia tapi mungkin Allah memiliki rahasia lain yang tidak kita ketahui. Bisa jadi Ustadz Ali itu adalah jodohku ketika di akhirat kelak. Tapi, aku juga berdo’a agar aku menjadi jodoh dunia-akhirat bersama Mas Zain. Illaa maasyaa Allah.. Kecuali Kalau Allah Menghendaki.. Hanya Allahlah yang tahu… Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Tahu segala sesuatu yang manusia tidak ketahui. Apakah aku akan dipertemukan dengan Ustadz Ali kelak di akhirat…?.