YASTI

Rabu, 12 April 2017

Pengkhianatan

Pengkhianatan

Judul Cerpen Pengkhianatan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Penyesalan, Cerpen Persahabatan, Cerpen Sedih


“Bisa gak kita berhenti melakukan ini?”
Dua gadis berstatus pelajar duduk di meja masing-masing. Salah satu gadis asyik sekali menggambar di kertas sketsanya, sedangkan gadis yang lainnya berwajah kusut sambil terus mendesah. Ia tidak menggambar satu pun garis di kertasnya. Matanya malah mengarah ke komplotan gadis-gadis diluar batas wajar, yang sedang bergosip sambil merok*k.
“Renni? Bisa gak kita berhenti? Gue merasa kegiatan ini mulai membosankan,” Sekarang wajah Renni, temannya yang asyik menggambar itu berubah. Mungkin ia merasa sedikit tersinggung. “Lihat deh, anak-anak yang lagi ngumpul itu. Kelihatannya rame banget, tuh.”
Renni mengarahkan pandangannya ke anak-anak yang dimaksud oleh temannya itu. Kepalanya menggeleng seketika, lalu kembali menggambar. Teman di sebelahnya mulai naik pitam. Omongannya tidak diladeni, padahal menurutnya itu adalah saran.
“Lu bener-bener sahabat yang membosankan Renni. Payah, gak seru kayak mereka!” serunya berusaha menyinggung lagi. Mereka siap bersilat lidah.
“Gue gak percaya lu berani ngomong gitu. Dulu kita dekat gara-gara ngegambar kan, Dev? Kita bahkan sering banget ngegambar di kelas dan ketahuan Pak Ade. Ingat masa-masa itu, Devi,” ujar Renni tersenyum kecil. Tiba-tiba ia menatap Devi dengan wajah memerah. “Tapi gara-gara anak-anak gak bener itu, lu jadi..”
BRAK! Devi menggebrak meja. Menggertak. “Itu MASA LALU, Renni! MASA LALU!”
Dua meja di pusat kelas itu menjadi pusat perhatian. Semua mata mendelik ke arah Devi yang pergi ke luar kelas dengan langkah galak. Setelah ia pergi, semua mata pun mengarah kepada sahabatnya yang pura-pura bersikap masa bodo. Renni tetap berkutat dengan gambarannya. Gambaran yang rusak karena air mata.
Diluar Devi terus melangkah. Entah kemana tujuannya. Ia berusaha meluapkan seluruh amarahnya dengan melangkah. Sekitar sepuluh menit ia berjalan, mengelingingi kantin, lantai bawah, lantai atas, bahkan kamar mandi. Sekolahnya itu memang luas. Teman-teman seangkatannya jadi heran dengan perilakunya. Sampai akhirnya ia menabrak seseorang.
Sangat sial, ia menabrak ketua genk anak-anak “gak bener” tadi. Jika kalian tahu seperti apa genk ini, kalian akan merasa sangat iba dengan nasibnya. Karena setiap anak yang kelihatan kesepian, akan ditarik masuk. Cuma-cuma sih, namun kerugiannya besar. Sangat besar.
Gadis yang ditabrak mendongak, sebab gadis di depannya itu termasuk anak-anak penyaing tinggi lelaki dalam masa pubertas. Ia lalu tersenyum puas, “Lu, anak tinggi yang tadi marahan ya sama si anak payah itu?” Devi terlihat kebingungan. Setelah mengerti maksudnya, dia mengangguk dengan wajah memerah. Tiba tiba ketua genk itu membentuk kumpulan dengan anggota-anggotanya, kelihatan seperti merencanakan sesuatu. Selesai itu, mereka membentuk lingkaran setan yang menghadang Devi pergi kemana-mana.
Devi terblokir. Ia tak tahu apa yang sedang teman-temannya lakukan. Si ketua genk pun menjelaskan keheranannya.
“Mau gak, masuk genk kita? Genk kita tuh lebih seru daripada anak payah tadi, iya kan girls?!” ucapnya kepada teman-temannya. Mereka menjawab kompak. Ketua genk itu pun kembali menatap Devi dengan tampang merendahkan. “Kita gak akan jaim satu sama lain, kita selalu seru-seruan. Coba lihat, mana muka anggota kita yang kelihatan kusut? Gak ada!” Genk itu tertawa-tawa bagai perkataan basi tadi itu lucu. Devi makin bingung. Benaknya saling debat. Dan saking malangnya nasib gadis ini, setan-setan di hatinya memenangkan debat. Ia mengangguk yakin, menatap wajah ketua genk yang jelas-jelas tampang “gak bener” itu.
Genk itu tersenyum “sangat” puas. Lalu si ketua menggandeng tangan kiri Devi, dan mereka mulai berjalan. Itu adalah hari paling parah bagi Devi, ketika ia menghentikan persahabatannya dengan orang yang benar dan memutuskan untuk bergabung dengan orang yang salah. Tuhan tidak berhak mengarahkan orang-orang yang kufur ke jalan yang lurus.
Tak terasa hari-hari berlalu dengan cepat. Sudah hampir sebulan Devi berteman dengan genk menyimpang ini. Dia diajarkan merok*k, clubbing, pacaran, judi, sampai nark*ba. Sekarang sudah lengkap dirinya menjadi orang yang salah pergaulan, dan tak sedikitpun orangtuanya mengetahui hal itu.
Renni? Ia sangat tersakiti. Dirinya merasa terkhianati oleh janji yang terucap bertahun-tahun yang lalu. Janji yang bertuliskan, “Kita akan terus bersahabat sampai ajal datang, atau sampai hari akhir singgah ke bumi.” Awalnya ia berharap kepada Tuhannya agar persahabatan mereka terhubung kembali, tapi harapannya tidak terkabulkan. Sekarang ia makin miris dengan kelakuan mantan sahabatnya yang tentu saja diluar batas wajar. Tapi keberuntungan akan selalu datang kepada orang-orang yang bersabar. Dan itu terjadi sebentar lagi, di tanggal kelima bulan Januari.
Saat itu, Renni sedang menggambar seperti biasanya. Setelah kejadian ia dikhianati oleh sahabatnya, Renni jadi lebih suka menggambar. Pensil dan kertas itu bagai menyelesaikan masalahnya. Dua benda itu selain sebagai pengembangan bakat, juga berfungsi sebagai pelampiasan amarah Renni.
Tiba-tiba tanpa ia sadari, air matanya mulai menetes satu persatu, membanjiri manga buatannya. Dan terus menetes, hingga puluhan tetesan. Sampai kertas itu jadi lapuk dengan sendirinya. Mata dan hidung Renni memerah, ia berusaha menghapus air matanya namun sulit. Air itu terus menetes. Karena malu akan peristiwa itu, Renni berlari ke kamar mandi sebelum ada yang tahu apa yang terjadi.
Renni mendobrak salah satu pintu kamar mandi. Ia menguncinya, lalu dengan refleks ia melepaskan semua masalahnya. Gadis itu merengek tak terkendali, isakan tangisnya terdengar sampai keluar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, sambil air mata terus keluar melalui celah-celah jarinya. Ia memojokkan tubuhnya di sudut kamar mandi. Merasa menjadi gadis paling sial di dunia.
Setiap kita jatuh pasti selalu ada yang menjulurkan tangan, setiap ada masalah pasti selalu ada yang menolong kita untuk keluar dari pemasalahan itu.
BRAK! Pintu kamar mandi didobrak oleh seorang gadis. Renni terkejut setengah mati. Siapakah itu? Tiba tiba wajah gadis tadi terlihat iba terhadap Renni. Ia buru-buru menarik Renni keluar dari kamar mandi, lalu memeluknya yang terus menangis. Dua orang teman dari gadis tersebut datang dan ikut-ikutan memeluk Renni. Entahlah, perasaan Renni mendadak berubah. Ia merasa orang-orang yang memeluknya ini akan setia menemaninya sampai ajal datang, atau sampai hari akhir singgah ke bumi. Renni tersenyum bahagia. Ia memeluk ketiga orang ini dengan sangat erat.
Ketiga orang itu adalah teman sekelasnya, Helga, Aini, dan Naura. Ketiga orang itu adalah sahabat barunya, yang selalu mendatangkan kebenaran, dan bukannya keburukan. Ketiga orang itu memang akan menjadi sahabat yang setia, bukan pengkhianat seperti mantan sahabatnya. Dan menariknya, ketiga orang itu juga suka menggambar!

Tuhan, apa yang terjadi denganku? Aku merasa seluruh anggota tubuhku rusak. Begitu juga dengan pikiranku, dan hatiku. Mengapa mereka meninggalkanku? Padahal aku selalu bersenang-senang dengan mereka. Apa yang terjadi denganku, Tuhanku?
Dulu mereka janji akan menjadi sahabat selamanya, janji akan setia menemaniku di setiap waktu luang. Tapi kok mereka malah pergi? Memang aku salah apa? Sekarang aku kesepian.
Andai aku bisa kembali ke masa lalu, disaat aku dan Renni selalu menggambar bersama, bermain bersama, dan tertawa bersama. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Begitu bodohnya aku. Sekarang aku iri melihat mereka berempat tertawa-tawa, bermain bersama, bagai tak ada masalah yang bisa menyesatkan mereka. Aku ingin ikut mereka, Tuhanku. Tapi aku terlambat. Renni dan teman-teman barunya tidak menganggapku apapun lagi. Aku menyesal. Sungguh sangat menyesal.