YASTI

Rabu, 12 April 2017

Kisah Sang Putri Hawa

Kisah Sang Putri Hawa

Judul Cerpen Kisah Sang Putri Hawa
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Islami, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 8 April 2017

Hilang, sinar rembulan kembali ke tempat peraduannya lalu datang sang mentari menghangati pagi itu. Kicauan burung dan hijaunya dedaunan menyempurnakan indahnya pagi itu, sungguh sempurna ciptaan Allah. Di sebuah rumah yang sederhana terlihat seorang gadis sedang asik menyapu halaman rumahnya, dan ia tersenyum melihat seorang wanita yang usianya hampir 60 tahun datang dengan motor bebeknya, tidak lain ia adalah teman dari ibu gadis itu.
“Bibi…”
“assalamu’alaikum anakku, libur ya?”
“Wa’alaikum salam warohmatullah iya bibi sekarang fat sedang libur, bibi makin cantik saja. Ngomong-ngomong ada apa pagi-pagi begini bibi ke sini? Oh iya tidak sopan sekali fat membiarkan bibi berdiri, bagaimana kalau kita sarapan bareng bi?”
Mereka pun terlarut dalam perbicangan seperti sedang melepas rindu, di sana juga hadir ibunda fatma yang ikut berbincang. Di tengah perbincangan terucap pertanyaan yang membuat fatma dan ibundanya tercengang karena kagetnya.
“fatma, fatma adalah gadis yang baik, bibi sayang sama fatma dan bibi sudah anggap fatma sebagai anak bibi, maukah fatma menjadi anak bibi sesungguhnya tentunya dengan menikah dengan anak bibi Ali?”
Sinar mentari seakan tertutup awan, gelap gulita. Tak ada cahaya sedikitpun menerobos untuk menyinari bumi. Siang itu, seakan hari yang terkunci, siang yang penuh kebisuan, fatma tak ingin berbicara apapun, ia tak ingin pergi ke manapun seakan terkunci dalam kamar. Sungguh hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang, pikirannya yang sedang diliputi kebingungan terobati oleh bait-bait do’a dan lantunan ayat suci. Sesekali ia teringat wajah ali dan semua kenangannya bersama ali sedari kecil sampai mereka terpisah saat mereka kuliah,
“ali… ali.. ali… Ah kenapa harus ali?”
Siang menjadi sangat bisu dan malam menjadi sangat sunyi hanya ada gemercik air hujan awet sekali dari tadi sore. Fatma terlelap dalam kesunyian. Alarmnya berbunyi, tepat pukul 3 pagi, di sepertiga malam terakhir. Ia beranjak turun dari kasurnya dan ke luar. Selang tak lama kemudian kembali lagi dengan wajah cerah nan suci. Ia menggelar sajadahnya. “Tak ada tempat lain lagi aku bisa mengadu. Tidak ada tempat aku menyandarkan diri, aku yang diberatkan sebuah beban. Aku masih memilikiMu ya Allah. Tempat aku bersujud, mengobral segala permasalahanku hingga aku puas, hingga aku bisa bangkit lagi, ringan, dan beban itu terlupakan. Ampunilah segala dosaku. Ya Allah.. engkau mengetahui yang ghaib, Engkau mengetahui apa isi kalbu makhlukMu, Ya Allah aku mohon kepadaMu sebagai karuniaMu yang agung karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak berkuasa, dan Engkau maha tau sedang aku tidak tahu. Ya Allah.. sekiranya Ali bin Fullan itu baik untuku, agamaku dan kehidupanku serta lebih baik pula akibatnya di dunia dan akherat, maka takdirkanlah ia untuku jadikanlah ia suamiku namun jika sebaliknya ya Allah.. jauhkanlah ia dariku takdirkanlah kebaikan untuku kemudian jadikanlah aku ridha dalam menerimanya.. aamiin”
Fatma adalah seorang guru di Sekolah Dasar Negeri sedang Ali adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta. Sesekali fatma berjumpa dengan ali, namun kali ini berbeda. Jantungnya seakan berdetak lebih kencang dan tidak seperti biasanya ia sangat malu menatap wajah Ali.
“ah saat ini ali sudah bukan lagi teman masa kecilku, Ya Allah.. sungguhkah benar ia ali? Apakah ali sudah mengetahui tentang perjodohan ini?
Ba’da dzuhur, matahari bersinar, memancar hingga menembus sela-sela dedaunan sebuah pohon manga besar, fatma memegang handphone dan buku duduk di sebuah bangku di bawah pohon itu.
“Tanya jangan, Tanya jangan?” ucap fatma seperti kebingungan. “Tanya saja lah. Bismillah”
“assalamu’alaikum Ali, sehat?” fatma memberanikan diri mengirim pesan kepada Ali
“Wa’alaikum salam Alhamdulillah sehat, teh fatma sehat?”
“Alhamdulillah sehat, oya ali boleh fat bertanya? Sebelumnya mohon maaf kalau mengganggu waktunya”
“silahkan mau Tanya apa teh?”
“Ali sudah tau rencana bibi mau menjodohkan kita?”
“iya ibu sudah membicarakannya.”
“menurut ali bagaimana, apa setuju?”
“InsyaAllah”
“masudnya?”
“Insya Allah saya bersedia dijodohkan dengan teh fatma.”
“semoga Allah ridho.”
“aamiin”
Pepohonan seakan mengeluarkan sepoy angin yang sangat sejuk saat itu, tak kuasa fatma meneteskan air mata. Saat itu tanggal 17 Maret 2016 merupakan hari yang selalu terkenang oleh fatma, ia pun tak kuasa menolak perjodohan itu, kufur sekali jika menolak menikah dengan laki-laki sesholeh ali dan mertua yang sebaik bibi, pikirnya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan mereka berdua saling mengenal. entah itu dibilang ta’aruf atau apa mereka tak pernah melontarkan kata-kata layaknya sepasang insan, mereka pun tak pernah bertemu dan berkomunikasi namun mereka berdua saling menunggu dalam diam.
Tanggal 15 Juli 2016 ponsel fatma berdering, ternyata itu pesan dari ali. Wajah fatma sumringah, senyum fatma lebar membaca pesan yang isinya ternyata ali mengajak bertemu di suatu tempat.
“ehhm pakai baju apa ya? Nanti fat harus ngomong apa sama ali? Aah di cantik-cantik juga wajah fat sama saja seperti ini.. duuuuh ini ali lho fatma hanya ali, biasanya kan juga biasa aja.”
Sore hari yang hangat, seakan menghangatkan dua insan yang saling cinta untuk bertemu. Di meja no 22 sudah duduk seorang pemuda yang mengenakan kaos biru seakan sedang menanti seseorang, ya tidak lain pemuda itu adalah ali yang sedang menanti sang dewi nya yaitu fatma. Tiba-tiba terlihat seorang gadis berhijab tersenyum kepadanya.
“assalamu’alaikum” sapa gadis itu yang tidak lain adalah fatma.
“wa’alaikum salam, ayo duduk the fatma”
Fatma duduk tepat di depan ali, di meja no 22 terjadi perbincangan dua insan yang terlihat malu-malu, sesekali fatma meminum es teh yang dipesankan ali untuk menghilangkan rasa gugupnya. Hingga pada saatnya fatma melontarkan pertanyaan yang membuat ali tersenyum malu untuk menjawabnya.
“ka ali… lalu bagaimana dengan kita?”
Ali pun menjawab dengan suara pelan seraya tersenyum.
“kita jalani saja seperti ini ya teh.. hingga pada saatnya Allah mempersatukan kita. Saya tidak ingin pacaran atau tunangan, kalau sudah siap nanti langsung menentukan tanggal pernikahan kita.” Jawab ali sambil menatap fatma.
Subhanallah… Mendengar pernyataan ali, hati fatma berbunga-bunga. Ia seakan ingin mengucap syukur yang sekeras-kerasnya.
“Alhamdulillah ya Allah.. nikmat mana lagi yang hamba dustakan? Sungguhkah laki-laki yang di depan dewi adalah kelak jadi suami dewi? Ya Allah ridhoi niatan baik kami hingga engkau mempersatukan kami dalam ikatan suci. Aamiin.” Ucap fatma dalam hati.
Sejak pertemuan itu mereka sering memberi kabar, sesekali fatma memberikan ucapan selamat bekerja untuk ali. Mereka layaknya sepasang insan yang menunggu untuk saling cinta. Lantunan do’a selalu terucap dari bibir fatma untuk ali.
Namun masa-masa kehangatan mereka hanya berlangsung dua bulan. Ali sudah tak lagi sesejuk embun pagi, bahkan ia mengatakan perkataan yang menyakitkan fatma bahwa ali tidak ingin lagi berkomunikasi dengan fatma. Hingga pada suatu waktu fatma memberanikan diri bertanya.
“assalamu’alaikum ka ali, maaf fat ganggu fat sudah tidak kuat memendam rasa penasaran fat dan mohon maaf fat jadi suudzon sama ka ali, boleh fat bertanya ka? Adakah kesalahan fat yang membuat ali bersikap seperti itu? Ataukah ada wanita lain selain fatma?”
Tidak lama kemudian handphone fatma berdering dan itu adalah dari ali.
“wa’alaikum salam… iya benar”
Hati fatma seperti tertusuk duri, nafasnya seperti ditimpa bantal, sesak. tak kuasa ia menahan tangisannya. Tetesan air mata membanjiri pipinya, tak ada yang bisa ia lakukan saat itu selain menangis. Ia ingin berteriak sekencag–kencangnya.
“Ali jahat… Ali tega sama fatma, kenapa kamu memilih fatma sedang kamu menyukai wanita lain.. jahat sekali ali. Ya Allah.. ampuni fatma yang saat ini terluka.”
Ia teringat bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Ia langsung berwudhu dan membuaka al-qur’an. Lalu ia tertuju pada satu ayat pada surat al-baqarah: 216 yang artinya: “boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
Fatma tersadar, ia langsung bersujud mensyukuri kasih sayang yang Allah berikan untuknya.
“ya ilahi ya Rabb.. ampuni hambamu yang kufur ini, segala puji bagi Mu ya Allah atas kasih sayang Mu. Maafkan hamba yang menyalahi aturanmu, hamba mencintai seseorang yang belum halal untuk hamba padahal jelas-jelas Engkau tidak menyukainya, hamba berdekatan dengan laki-laki yang belum mahram dan jelas-jelas Engkau haramkan. Terima kasih atas teguran Mu Rabb. Tidak ada yang meninggalkan, ini justru jawaban yang hamba tanyakan selama ini dalam istikharah hamba.. semoga Engkau mengampuni ali dan berikan kesabaran serta keiklasan pada hamba atas ketetapanMu.”
Ali dan fatma, mereka ternyata laksana sepasang merpati yang berpapasan. Kisahnya hanya sesaat, tak ada yang membenci namun fatma tak ingin mengulang cerita lagi tentang ali. Biarlah semuanya terkubur waktu. Entah apa yang Allah rencanakan atas kisah ini namun kebaikan pasti akan menghampiri.
“Untukmu…
Aku yang kau abaikan. Aku yang kau acuhkan
Adalah orang yang tak bosan mendo’akanmu dalam segala hal
Walau tak kau hiraukan, walau tak kau pedulikan, walau kau lupakann
Namun aku tak kan berhenti untuk selalu mendo’akan
Kau tak kan pernah tau karena aku tak pernah memberi tahu
Kau tak kan merasakan karena aku tidaklah seperti apa yang kau inginkan
Kau takan mengerti, karena kau tak pernah menghargai
Walau apapun yang ada dalam dirimu, tak pernah ku sesali jika hatiku terarah padamu
Walau sering kali banyak duka, namun ku yakin setiap luka aka nada obatnya.
Aku percaya kelak akan tiba saatnya ada pria yang mencintaiku sepenuh hati meski bukan kau orangnya.
Harapku hanya satu,
Semoga Allah menggetarkan hatimu. Agar kau menyadari akan hati yang tak pernah kau lihat ini.
Dan bila nanti kau tahu perasaan ini,
Semoga itu adalah waktu dimana Allah menanamkan rasa cinta dihatimu
Namun jika ternyata itu bukanlah saat seperti yang kumau,
Semoga saat itulah aku telah mendapatkan penggantimu
Biar Allah menentukan jalanku, serta memberikan yang terbaik untuku ataupun untukmu.”
Cerpen Karangan: Dewie Putri Aljannah
Facebook: Dewi Maryati
Cerita Kisah Sang Putri Hawa merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.